Pertama kali Persipura lawan Klub Thailand Chonburi di Mandala, 13 April 2011

Jayapura, GP- Liga 1 musim 2021/2022 Persipura turun tahta ke Liga 2, padahal 13 April 2011 atau 11 tahun lalu supporter Persipuramania sedang menyaksikan klub asal Thailand Chonburi melawan Boaz T Solossa dan kawan kawan di Stadion Mandala.

Saat itu Stadion Mandala diijinkan untuk pergelaran resmi Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) bermain di markas Persipura. Klub luar yang meladeni laga perdana melawan Persipura adalah klub juara Liga1 Thailand Chonburi.

Sebelumnya di Stadion Utama Senayan Jakarta, Persipura bermain melawan tim wakil India, East Bengal,dengan skor telak 4-1. Impian untuk tim Mutiara Hitam berlaga di Stadion Mandala sudah menjadi impian semua pihak agar warga Papua juga bisa menyaksikan laga-laga internasional di Stadion Mandala.

Sayangnya saat PON 2021 usai tim Persipura turun tahta, padahal warisan PON Papua mulai stadion Lukas Enembe, Barnabas Youwe di Kabupaten Jayapura dan Stadion Mandala di Kota Jayapura serta Stadion Kalpatal di Merauke. Terutama Stadion Lukas Enembe, stadion megah pertama di tanah Papua hanya menjadi saksi bisu klub kebanggaan warga Papua harus turun tahta.

Pertandingan awal di Piala AFC melawan Chonburi FC membuat pelatihnya Withaya Lauhakul mengaku tim Peripura Jayapura merupakan tim sepakbola terbaik di Indonesia dengan para pemain-pemain handal.

Pertandingan laga home antara Persipura melawan klub Thailand Chonburi FC berlangsung di stadion Mandala, Jayapura Rabu (13/4/2011) sore tadi, pertandingan yang dipimpin wasit asal China Taipei Yu Ming Shun ini berakhir dengan skor 3-0 bagi Persipura.(*)

Jangan tangisi Persipura turun tahta ke Liga 2

Jayapura, GP- Sebenarnya tanda-tanda Persipura turun tahta berawal dari kekalahan yang beruntun hingga akhirnya el capitano Boaz T Solossa dan Tinus Pae dipecat dan Todd Rivaldo Ferre kena skors selama setahun. Ini merupakan awal liga 1 yang buruk bagi tim Mutiara Hitam dan sudah tentu melengkapi beberapa klub Papua yang pernah merasakan Liga 1 sebut saja Persidafon, Persiwa Wamena, Persiram Raja Ampat dan Perseru Serui. Ini berarti dominasi sepak bola Papua dalam papan atas elite klub sepak bola Indonesia hilang ketika Persipura degradasi.

Ini bukan kesalahan pemain maupun pentonton dan suporter tim Mutiara Hitam tetapi murni ketidak mampuan untuk mengelola tim yang pernah masuk ke babak semi final Piala AFC 2014. Bahkan beberapa kali juara Liga Indonesia sampai memperoleh empat bintang di jersey tim kebanggaan orang orang Papua. Mutiara Hitam sudah bukan lagi obat generik pengurang sakit bagi orang Papua tatkala pelanggaran HAM dan kekerasan masih saja terjadi di tanah Papua.

Di tengah tim Mutiara Hitam turun tahta dan bersaing bersama Persewar Waropen, tim napi bongkar PSBS Biak. Maka tim Mutiara Hitam harus membenahi semua kelemahan guna menapak babak baru di Liga 2. Paling tidak menyiapkan tim melalui pembinaan SSB di Kota Jayapura untuk masuk dalam Akademi Persipura. Lapangan berlatih sudah dibangun dan museum Persipura dari waktu ke waktu termasuk pengaturan bisnis pernik pernik Persipura dan jersey.

Pesan mantan striker Persipura Marinus Manewar bahwa pihak menejemen harus terbuka, ini jelas sangat penting. Pasalnya musim depan tak ada lagi peluang meminta sponsor dari Freeport di tengah prestasi yang merosot tajam hingga terlempar di liga 2. (*)

Situs yang Dikembangkan dengan WordPress.com.

Atas ↑