Persipura Di Persimpangan Jalan

Harus menyiapkan Persipura Pasca Boaz cs..

LIPUTAN     DOMINGGUS A MAMPIOPER     DARI     JAYAPURA   goal.com Indonesia

Jika ditilik dari sejarah klub kebanggaan masyarakat Papua ini sebenarnya berangkat dari sebuah klub amatir, yang diprakarsai oleh klub-klub di Kota Sukarnopura atau Jayapura sekarang sejak 26 Mei 1965. Kemudian beberapa kali mengikuti kompteisi antar Perserikatan hingga akhirnya memasuki kompetisi profesional. Sebelumnya ada pemisahan antara Liga Amatir dan Liga Profesional (Galatama, 1980an).

Selama kompetisi di Liga Amatir tim bertajuk Mutiara Hitam ini hanya menjadi runner-up pada Divisi Utama Perserikatan 1980 karena dalam final dikalahkan Persiraja Banda Aceh. Selanjutnya  juara antar Klub Perserikatan dengan nama Klub Mandala Jaya yang sebagian besar materi pemain berasal dari Persipura yang sukses di Piala Soeharto.

Persipura sendiri mulai masuk ke dalam Liga Profesional atau Liga Indonesia pada 1995 dan baru menjadi juara pada 2005. “Ini artinya selama kepengurusan berubah-ubah tidak ada konsentrasi untuk memenangkan laga,”kata Fred Imbiri mantan bek Persipura era 1970 an kepada GOAL.com Indonesia di Jayapura, Senin (17/6).

Mantan pemain belakang Persipura era 1970 an Fred Imbiri mengakui sejak kepengurusan MR Kambu dan manajer Rudy Maswi kelihatannya Persipura tetap berada di tanngga juara dan  jajaran elit sepakbola kasta tertinggi di Indonesia.

”Saya akui selama kepemimpinan MR Kambu dan manajer Rudy Maswi klub Persipura tetap eksis,”kata mantan pemain klub Galatama Warna Agung. Dia menambahkan faktor-faktor klasik dalam peralihan pengelolaan klub sepak bola dari amatir ke profesional antara lain, sumber dana, menejemen dan ketidak siapan sepakbola untuk dijual.

Mantan Kapten Persipura 1967-1977 Hengki Heipon mengatakan bangga dengan prestasi Persipura saat ini sejak memasuki sepakbola profesional. Namun kata Hengki Heipon banyak hal yang harus mulai dibenahi mulai dari Stadion Sepakbola milik sendiri, pembinaan usia muda minimal Persipura harus punya sekolah sepakbola.”Stadion Mandala milik KONI Papua sehingga terkadang Persipura harus pindah lapangan untuk berlatih. Bagi saya stadion adalah sebuah rumah bagi klub sepakbola,”katanya.

Sebenarnya yang dikeluhkan Hengki Heipon benar karena Direktur AkademiEmsyik Uni Papua Benny Pepuho mengatakan selama ini Persipura jarang melakukan pembinaan dan kompetisi sejak usia anak-anak atau U-12. “Beruntung selama ini ada Festival Anak-anak Danone yang berlangsung setiap tahun sehingga bisa melahirkan bintang baru,” katanya seraya menambahkan Terence Puhiri dan Nelson Allom, David Laly adalah pemain bola produk sekolah sepakbola dan kompetisi anak-anak U-12.

Lebih lanjut kata Pepuho saat ini Boaz, Ricardo, Ian Luis Kabes, Gerald Pangkali sudah memasuki masa keemasaan mestinya manajemen Persipura sudah harus memikirkan kelanjutan tim bertajuk Mutiara Hitam untuk lima tahun ke depan.

”Soalnya saya menilai proses Boaz dan kawan-kawan bisa meraih prestasi saat ini bukan persiapan satu atau dua tahun tetapi sejak 2003 dan persiapan PON 2004 di Palembang,” katanya. Beruntung coach RD mulai membentuk kerangka tim Persipura dengan bermodal pemain PON plus pemain asing dan luar Papua. “Jadi saya melihat tim ini dibentuk bukan satu atau dua tahun,”katanya seraya menambahkan mestinya Tibo dan Octo tidak boleh dibuang karena kedua pemain ini asli produk Persipura dari usia 15 tahun.

Dikatakan saat ini hanya tinggal Imanuel Wanggai dan Lukas Mandowen rekan seangkatan Tibo, Octo, Stevie Bonsapia, David Lali dan Vendri Mofu. “Dibawah Tibo dan kawan-kawan masih ada Ferinando Pahabol dan Nelson Alom, Fandri Imbiri.”

Sementara itu Ferdinando Fairyo mantan pelatih tim Sepakbola PON Papua 2012 mengatakan Terence Owang Puhiri, Cesa Yarangga dan kawan-kawan seharusnya menjadi kerangka utama bagi PON Papua dan tim Persipura mendatang. “Jika tidak ada perhatian regenerasi pemain bisa jadi Persipura akan kesulitan pemain dan mungkin akan kembali mengontrak pemain asing. Saya harap jangan sampai terjadi,”katanya.

Memang membangun stadion baru dan megah bagi klub sangat mahal lanjut Heiponn tetapi paling tidak harus ada lapangan latihan yang lengkap dengan fasilitas yang memadai agar latihan tetapfokus.”Beruntung pemain Persipura tak pernah mengeluh soal fasilitas,”kata mantan defender Persipura yang kini jadi politisi di DPR D Provinsi Papua Kamasan Jack Komboi. Namun Komboi mengingatkan lapangan milik sendiri harus menjadi prioritas minimal lapangan tetap untuk berlatih.

Sekretaris Umum Persipura M Thamrim Sagala menyebutkan selama kompetisi tim bertajuk Mutiara Hitam terus menekan defisit anggaran.  Disebutkan pada musim 2010/11 saat Persipura menjuarai ISL tim bertajuk Mutiara Hitam itu mengalami defisit sebesar Rp10 Miliar, sementara musim 2011/12 defisit Persipura berkurang menjadi Rp7 Miliar. Dikatakan musim ini akan berkurang karena telah mendapat sponsor dari PT Freeport dan PT Bank Papua.  

Prestasi yang berhasil ditorehkan Persipura, kata Tommy Benhur Mano ada lima sponsor yang tertarik untuk melakukan investasi di klub Persipura. Persipura menarik investor karena dinilai layak , prestasi dan tiga kali juara ISL. Persipura dalam kompetisi ISL 2012/13 mendapat sponsor dari PT Bank Papua dan PT Freeport Indonesia.

Prestasi Persipura inilah yang kemudian menarik sponsor antara lain PT Freeport Ind selama dua musim 2013 dan 2014. Prestasi Mutiara Hitam menjuarai LSI, musim 2009 dan 2011, sementara posisi runner-up diraih pada musim 2009 dan 2012.

PT Freeport Indonesia selama dua musim akan menggelontorkan dana sebesar Rp18 Miliar. Dana yang diperoleh dari PT Freeport itu akan diprioritaskan untuk pembinaan pemain, fasilitas pemain, dan pengurus untuk mengikuti pertandingan serta penyediaan bonus bagi pemain yang berprestasi.

Manajer Persipura Rudy Maswi mengatakan, total kebutuhan tim untuk mengikuti musim kompetisi  mencapai Rp23 Miliar per musim kompetisi. Persipura mendapat tambahan dana untuk menutup kebutuhan dari sponsor lain PT Bank Papua, Telkomsel dan Bosowa.

Jika disimak sebelumnya Pemkot Jayapura cukup berperan dalam menyuntik dana bagi tim Mutiara Hitam sejak 2005 bisa menghabiskan dana sekitar Rp15 Miliar sampai dengan Rp20 Miliar. Sejak ISL 2008/09 tim Mutiara Hitam sudah tidak lagi menggantungkan dirinya pada dana APBD. Mantan Ketua Umum Persipura MR Kambu bilang bantuan PSSI dan sponsor lainnya berkisar sekitar 20 persen sehingga sisa 80 persen harus dicari.

Ada beberapa sumber yang menyebut kebutuhan dana bagi Persipura berkisar antara Rp30-50 Milyar apalagi saat mengikuti kompetisi Liga Champion Asia dan AFC. Namun sayangnya sumber itu tidak merinci berapa dana untuk kontrak pemain lokal, pemain asing, akomodasi dan transportasi saat berkompetisi.(Gk-34)

Musim KompetisiKlubPemain LokalPemain AsingTotal
2007/08PesripuraRp7.064.000.000Rp2.550.000.000Rp9.614.000.000
2008/09PersipuraRp8.432.000.000Rp3.050.000.000Rp11.482.000.000
PersiwaRp2.855.000.000Rp2.350.000.000Rp5.205.000.000
2009/10PersipuraRp11.011.000.000Rp5.340.000.000Rp16.351.000.000
PersiwaRp4.075.992.000Rp1.674.995.200Rp5.750.987.200

Sumber : PT Liga Indonesia, 2009/DR Hinca IP Panjaitan, Kedaulatan Negara vs Kedaulatan FIFA

MR Kambu dan bintang empat Persipura

Jayapura, Jubi-Mungkin prestasi Persipura paling terbesar meraih bintang empat saat MR Kambu menjadi Ketua Umum Persipura selama 11 tahun. Meskipun banyak pihak mengatakan Persipura raih juara karena masih didukung APBD dan belum sepenuhnya mendapat sponsor.

MR Kambu, mantan Ketua Umum Persipura

MR Kambu saat masih menjadi Ketua Umum Persipura pernah mengatakan kepada pers sejak berlaga pada ISL musim 2008/2009 tim berjuluk Mutiara Hitam sudah tidak bergantung lagi pada APBD.

“Kita tidak boleh lagi mengandalkan APBD Kota Jayapura,” katanya kala itu.

Lebih lanjut MR Kambu mengakui kalau Persipura didukung pula oleh manajer Rudy Maswi yang merupakan sosok pengusaha yang sangat memberikan support kepada olahraga sepak bola.

Pernyataan MR Kambu soal APBD bersamaan dengan terbitnya Peraturan Mendagri Nomor 59 Tahun 2007 mengenai perubahan Permendagri Nomor.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Kebijakan ini ibarat momok bagi sepak bola di Indonesia, sebab aturan itu tak lagi memanjakan klub sepak bola dalam pembagian dana APBD. Apalagi Mendagri saat itu, Mardianto, menegaskan klub sepakbola bukan instansi atau induk organisasi yang berhak atas dana hibah APBD.

Memang harus diakui, pada 2006, Persipura masih mendapat dana dan diakomodasikan dalam APBD Kota Jayapura berkisar sekitar Rp 15 miliar. Menanggapi pandangan umum fraksi-fraksi atas nota keuangan dan RAPBD Kota Jayapura, MR Kambu sebagai Ketua Umum Persipura menjelaskan bantuan itu akan diambil dari APBD Kota Jayapura melalui pos bantuan keuangan kepada organisasi profesi.

MR Kambu menegaskan Persipura membutuhkan biaya sekitar Rp 15 miliar untuk kontrak pemain, gaji pemain, serta tuntutan fasilitas lainnya setiap putaran liga nasional. Pada liga-liga sebelumnya dana yang dibutuhkan masih berkisar Rp 15 miliar, tetapi memasuki Indonesia Super League (ISL) sudah membengkak mencapai sekitar Rp 30 miliar. Belum terhitung saat mengarungi AFC 2011 sampai AFC 2014.

Mantan Ketua Umum Persipura, MR Kambu, dalam bukunya berjudul “Jejak Persipura Go Internasional” mengakui tidak pernah bercita-cita ingin menjadi Ketua Umum Persipura dan sekaligus manajer Persipura.

Prestasi Jacksen F Tiago bersama Persipura dikutip dari goal.com Indonesia-

Namun setelah MR Kambu terpilih menjadi Wali Kota Jayapura 2000, saat mengikuti perjalanan Persipura bermain selalu kalah, bahkan hampir saja degradasi. Sebagai orang asli Papua, MR Kambu sangat prihatin dan mencoba analisa, semua itu terjadi karena tidak solidnya manajemen Persipura.

“Saya punya banyak memori tentang bagaimana kelola manajemen selama 11 tahun. Saya menyadari bahwa saya tidak punya kelebihan sebagaimana manusia lain. Tapi saya punya suatu keyakinan yang kokoh, bahwa Tuhan akan menolong kita, jika kita mau bekerja keras percaya kepada Nya,” tulis MR Kambu.

Pernyataan MR Kambu ini dibenarkan pula oleh mantan pelatih Persipura JF Tiago dalam akun facebook-nya kepada Jubi, MR Kambu adalah pemimpin yang takut akan Tuhan, memiliki loyalitas dan trust.

”MR Kambu yang memanggil saya untuk melatih Persipura dan Beliau selalu mendampingi dan memberi support kepada saya,” kata JF Tiago, mantan pelatih Borneo FC di Bumi Kalimantan.

Ternyata pilihan MR Kambu kepada Jacksen F Tiago, tepat usai menggantikan pelatih asal negeri jiran Malaysia, Persipura langsung juara Indonesia Super League (ISL) musim 2008-2009.

Selanjutnya musim 2009-2010, prestasi Persipura tetap posisi runner up, dan masuk ke babak Asia Championshil musim 2009-2010. Babak belur di Asia Champion kalah telak bahkan dihancurkan Changchung Yatai dari China dengan skor 9-0 di Stadion Chanchung City Stadium pada Selasa (9/3/2010). Selanjutnya Persipura membalas kekalahan di Stadion Utama Bung Karno, pada Rabu (24/4/2010) dengan skor 2-0 tanpa balas.

Rekor gol Boaz di Asia dikutip dari goal.com Indonesia

 Pelajaran dan kekalahan di Piala Champion Asia membuat pelatih Persipura Jacksen F Tiago mulai memasang target sukses di Piala AFC. Pasalnya selama ini di Champion Asia gagal total, sehingga AFC menjadi pilihan terbak untuk memperbaiki prestasi Persipura.

Prestasi pertama di AFC, berhasil lolos sampai ke babak perdelapan besar, tim Mutiara Hitam harus mengakui keunggulan Arbyl FC dari Iraq. Selanjutnya putaran berikut lolos sampai ke babak semifinal. Impian lolos ke babak final kandas di klub Al Qadsia. Sampai saat ini tim MUtiara Hitam tercatat sebagai satu-satunya klub Indonesia yang lolos ke babak semi final AFC.(*)

Pertandingan leg kedua Persipura melawan Al Qadsia di Sradion Mandala-

Nicky Butt Class of 92 MU pernah main di Stadion Mandala

Jayapura, GP- Klub berjuluk Mutiara Hitam berlaga di AFC musim 2011 jelas memberikan tontonan menarik karena ikut bermain pula mantan gelandang Manchester United Nicky Butt. Saat itu alumni Class of 92 Manchester United itu bersama Mateja Kezman striker asal Serbua yang pernah perkuat Chelsea klub asal Inggris.

Nicky Butt saat bermain melawan Persipura di Stadion Mandala-Nems

Kedua pemain itu bermain memperkuat klub professional asal Hongkong South China, pelatih South China Chan Ho Yin menunjuk Nicky Butt sebagai  kapten tim memakai nomor punggung 12 dengan posisi gelandang serang. Sedangkan mantan striker Chelsea, Mateja Kezman memakai nomor punggung 38. Persipura mengawali laga tandang melawan South China di Hongkong pada 2 Mar 2011  dengan hasil imbang 1-1.

Pertandingan Persipura melawan South China berlangsung di Stadion Mandala, pada Selasa (3/5/2011) sore pukul 15.30 Waktu Papua.Tim berjuluk Mutiara Hitam berlangsung mengalahkan Nicky Butt dan kawan-kawan dengan skor 4-2. Dua dari empat gol tim Mutiara Hitam dikemas oleh Boaz Solossa. Sedang gol lainnya dibukukan Zah Rahan dan Gerald Pangkali. . Gol balasan tim tamu dituntaskan lewat tendangan jarak jauh Xu Deshuai yang menembus gawang tim Mutiara Hitam. Dan tandukan Ng Wai Chiu memanfaatkan sepak pojok Li Haiqiang. Kemenangan ini sekaligus mengantarkan Persipura lolos ke babak 16 besar Piala AFC 2011.

Usai pertandingan melawan Persipura, Nicky Butt memuji penampilan tim berjuluk Mutiara Hitam dan sangat terkesan dengan permainan ell capithano Persipura Boaz T Solossa. Meski demikian pemain asli Manchester United ini mengeluh suhu di lapangan sangat panas sehingga pertandingan sempat terhenti sejenak.

Nicky Butt saat bermain di Stadion Mandala sudah berusia 36 tahun sehingga tidak selincah dulu, tetapi pemain ini mampu mengatur irama permainan dan menciptakan beberapa peluang bagi striker South China, Mateja Kezman.

Sementera itu pelatih Persipura Jacksen F Tiago justru sangat terkesan ketika Persipura pertama kali bertanding melawan Chonbury FC pada  Rabu (13/4/2011) di Stadion Mandala menang telak 3-0 tanpa balas saat melawan klub asal Thailand itu.

“Pemain bermain sesuai dengan taktik dan strategi serta instruksi pelatih,”katanya mengenang permainan Boaz dan kawan-kawan di AFC 2011 hingga lolos ke babak perdelapan final dikalahkan Erbyl FC dari Iraq. Tahun berikutnya Persipura berhasil lolos ke babak semi final Piala AFC 2013-2014.

Nicholas Butt lahir di Manchester 21 Januari 1975 ini mengawal sepak bola bersama David Beckam di Class of 92 Manchester United. Ia menjalani karier bersama MU sejak 1992 sampai 2011 berposisi sebagai gelandang bertahan.

Mantan pelatih MU Sir Alex Ferguson dalam buku berjudul My Autobiography menyebutkan Class of 92 bertumbuh sejak usia 13 tahun.”Nicky Butt adalah contoh bagusnya,”tulis Ferguson. Dia selalu membuat coach Ferguson teringat akan tokoh kartun di majalah Mad dengan wajah berbintik-bintik, telinga besar dan gigi tonggos.”Kenakalannya dan keisengannya,”kenang Ferguson dalam bukunya. Bagi Ferguson anak anak kelas 1992 termasuk David Beckham terlalu lama dalam pengasuhannya sehingga sudah menggangap mereka keluarga sendiri.”Saya sering memarahi mereka (class of 92) dibandingkan pemain lainnya,”kata Ferguson.

Nicky Butt kapten South China duel dengan ell Capithano Persipura Boaz-GP/nems

Sir Ferguson memuji Nicky Butt sebagai salah seorang pemain paling popular yang pernah ada di Manchester United.”Nicky Butt anak Manchester sejati,”tulis Ferguson seraya menambahkan banyak sekali ulahnya, dasar si anak nakal. Namun Ferguson memuji Nickky Butt seberani singa dan selalu ingin memiliki tantangan. “Sampai berhenti bermain bola Nicky Butt terus menyebut kami sebagai klubnya,”tulis Ferguson.

Usai memperkuat South China, Nicky Butt kembali ke Manchester Uniter sebagai kepala akademi sepak bola Manchester United. Dia telah memperkuat tim “Setan Merah” sebanyak 387 kali antara 1992 dan 2004. Setelah hengkang dari MU, Butt sempat memperkuat Newcaste United dan Klub Hongkong South China. Ia kembali ke MU dan bekerja sebagai pelatih tim cadangan dan pelatih U19. Jabatan barunya sebagai Kepala Akademi sepak bola MU karena memiliki warisan klub.

“Nicky memiliki warisan dan tradisi klub di dalam darahnya. Dia adalah pilihan paling alami,”kata Wakil Dikrektur MU, Ed Woodward sebagaimana dikutip Jubi.co.id dari  BBC Indonesia.com (*)

Jacksen F Tiago tak bayangkan bisa sukses di Indonesia

Sumber : CNN Indonesia

Jakarta, GP-Indonesia — Saya jujur tidak pernah membayangkan bisa sukses di Indonesia. Segala yang dicapai di sini melampaui harapan saya.

Rasa hormat yang saya dapat di sini begitu luar biasa, ke manapun saya pergi. Jika diibaratkan saya sudah seperti bintang besar semacam Ronaldo Nazario di Brasil.

Saat masih jadi pemain saya berhasil mengantarkan Persebaya Surabaya juara Liga Indonesia musim 1996/1997 dan jadi top skor. Saat beralih sebagai pelatih, Persebaya satu kali juara dan Persipura tiga kali menahbiskan diri sebagai tim terbaik di Indonesia.


Saya kali pertama menginjakkan kaki di Indonesia pada 1994 melalui jalan yang sebenarnya tidak disengaja. Awalnya saya bersama beberapa pesepakbola asal Brasil lain ditawari seorang agen untuk bermain di Malaysia.

Saat itu saya sudah 24 tahun dan sudah berkeluarga pula. Ketika tawaran itu datang, saya berpikir ini kesempatan yang besar untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Hal ini penting karena saya bukan berasal dari keluarga yang berkecukupan. Saya besar di favela alias pemukiman kumuh di Brasil.

Akhirnya saya membulatkan tekad berkarier di Malaysia, sebuah negeri yang sangat jauh dari kampung halaman saya. Uniknya ketika tiba di Singapura, agen asal Rumania yang mengajak saya bersama beberapa pesepakbola Brasil lainnya malah mengatakan: “Kalian nanti akan main di Indonesia, bukan Malaysia.”

Begitu mendengar pernyataan tersebut yang terlintas di pikiran saya hanya satu hal, saya harus bertahan di mana pun saya nanti bermain karena ini demi keluarga. Meskipun saya datang ke sebuah negara yang tidak pernah saya tahu sebelumnya.

 Dari delapan pemain yang dibawa saat itu hanya ada lima pemain yang memutuskan mau bermain di Indonesia. Termasuk saya dan Carlos de Mello yang akhirnya sama-sama memperkuat Petrokimia Putra di Liga Indonesia I.

Motivasi saya berkarier sampai ke Indonesia tentu karena alasan ekonomi, apalagi di Brasil sedang krisis ekonomi. Mata uang Brasil nilainya terus turun sedangkan di Indonesia, saya dan semua pemain asing dapat bayaran dolar AS.

Harus diakui saat kali pertama datang ke Indonesia saya kaget. Tetapi saya berpikir tidak ada yang lebih berat dari kehidupan di favela. Saya hanya berujar dalam hati, “Mau seburuk apapun di Indonesia, tidak ada yang lebih berat daripada kehidupan di favela.”

Di Petrokimia saya masuk di putaran kedua dan dan bermain hingga akhir musim. Di musim berikutnya saya menerima pinangan PSM Makassar.

Sebelum berseragam Juku Eja, saya punya kenangan buruk karena pernah baku pukul dengan [pemain PSM] almarhum Ali Baba saat Petrokimia menghadapi PSM di Liga Indonesia I. Sampai sekarang saya merasa itu adalah sesuatu yang tidak pantas terjadi.

Dulu sepak bola Indonesia keras dan saya juga datang dari lingkungan keras. Tidak ada hal yang buat saya takut, apalagi saya baru datang dari Brasil. Saya sudah sering menghadapi hal-hal semacam ini di Brasil.

Begitu dapat tawaran kontrak dari PSM di awal musim Liga Indonesia II, saya berpikir mereka mau berikan kontrak untuk ‘bunuh’ saya di sana. Saya sempat was-was karena berpikir mereka mau balas dendam walau sampai kontrak saya habis di Juku Eja tidak terjadi sedikit pun peristiwa buruk. Saat latihan pelatih M. Basri tidak pernah memainkan saya di tim yang berbeda dengan Ali Baba. Kami berdua, saya dan Ali Baba, selalu satu tim ketika latihan.

Kebersamaan saya dengan PSM hanya berlangsung satu musim karena saya memutuskan untuk pindah ke Persebaya. Kalau saya ibaratkan Persebaya itu seperti Flamengo di Brasil, pemain dan suporternya benar-benar gila bola. Di Persebaya semua berjalan positif karena kami mengakhiri musim sebagai juara liga. Waktu itu kami tidak memikirkan mau melawan tim manapun di kompetisi karena kami sudah tahu pasti menang. Bukan karena faktor nonteknis, tetapi memang tim kami yang terbaik. Bisa dibilang kami adalah dream team.

Kami tidak pernah masuk ke lapangan dengan perasaan was-was sedikit pun. Di bawah asuhan almarhum Rusdy Bahalwan kami yakin bisa menang bukan hanya dengan skor 1-0 atau 2-0 tetapi menang besar.

Persebaya ketika itu bisa sukses karena berbagai hal di antaranya lingkungan dan komponen-komponen lain juga berpengaruh, sama seperti di Persipura waktu saya jadi pelatih. Manajemen bagus pemain bagus, dan saya juga bagus sehingga semua kemampuan bisa keluar dengan optimal.

Saya memberikan tiga gelar juara Indonesia Super League untuk Persipura musim 2008-2009, 2010-2011, dan 2012-2013. Namun dari tiga gelar itu yang paling berkesan saat kami juara ISL tahun 2011.

Persipura sedang dalam masa transisi dari pemain senior ke junior. Kami melepas dua pemain senior, Eduard Ivakdalam dan Jack Komboy, demi membangun sebuah tim baru. Termasuk dengan mendatangkan Zah Rahan, Hamka Hamzah, hingga Beto Goncalves.


Boaz di tahun itu juga saya tugaskan sebagai kapten tim meski dia tipe pemain emosional. Akan tetapi keputusan itu terbukti membuat Boaz lebih dewasa, matang, dan berwibawa seperti sekarang.

Selain itu muncul juga pemain muda seperti Imanuel Wanggai. Para pemain ini yang diplot menggantikan pemain-pemain senior yang dilepas dan jadi fondasi masa depan tim Mutiara Hitam.

Bicara Persipura, saya juga merasa tim ini bisa meraih bukan hanya tiga gelar tetapi lebih dari itu. Tim Mutiara Hitam seharusnya bisa dapat empat atau lima gelar.

Di Indonesia sebuah tim dua kali juara kompetisi itu sejatinya bukan hal sulit. Cuma memang tidak diperbolehkan semua tim juara dua kali. Saya rasa kalian pun menyadarinya.

Kendati bisa meraih gelar juara saat sebagai pemain dan pelatih, saya sempat merasakan masa-masa sulit selama menekuni profesi sebagai pelatih. Saya mengalami kesulitan saat melatih Persitara Jakarta Utara dan begitu pula di Barito Putera.

Saya tipe orang yang mengutamakan kenyamanan dan di tempat seperti itu saya bisa bekerja maksimal. Selama hati saya nyaman, saya luar biasa hebat dalam bekerja. Namun jika tidak nyaman maka akan sulit buat saya untuk mengeluarkan kemampuan terbaik. Itulah yang sebenarnya terjadi.

Apapun itu saya tetap merasa beruntung. Kesulitan yang pernah saya alami di Persitara penting untuk saya bangkit lagi dan menghargai apa yang saya punya saat itu.

Yanto Basna pesepak bola Papua berkarier di Thailand

Jayapura, GP- Kapten Timnas Indonesia Yanto Basna masih betah bertahan di Thailand guna mencari tantangan lebih besar. Pasalnya pemain jebolan SSB Numbay Star Papua ini bertekad bermain di Liga Jepang.

Bagi dia Liga Thailand lebih baik ketimbang Malaysia meski gaji sebagai pemain di klub Malaysia lebih besar.

Bek tengah asal Papua, Rudolof Yanto Basna, menegaskan bermain di Liga Thailang bukan semata-mata lebih mementingkan uang ketika memutuskan untuk berkarier di Thailand.

Rekan Terens Puhiri ini berada di Negeri Gajah untuk membela Prachuap FC, setelah dua musim sebelumnya berkostum Khon Kaen, lalu Sukhothai FC.

“Di Malaysia gaji lebih tinggi dari di Thailand, bahkan dua kali lipat,” tutur Yanto, dalam sesi tanya jawab live melalui akun Instagram APPI sebagaimana dilansir Goal,com

“Tetapi saya berpikir mau cari uang saya ke Malaysia, tapi kalau saya mau cari pengalaman, saya harus cari yang levelnya di atas lagi,” sambung eks Persib Bandung itu.

Thailand memang menjadi destinasi tepat untuk meningkatkan level permainan, karena di sana memiliki kompetisi terbaik untuk kawasan Asia Tenggara.

Walau kini ia sudah nyaman bermain di Thailand, namun Yanto mengakui bahwa dirinya pernah kena tipu pada tahun awal di sana, hingga akhirnya bermain di Khon Kaen.

“Ada agen yang janjikan saya main di salah satu klub Thailand, dapat fasilitas, dan itu ternyata cuma hoaks jadi dia tipu saya,” kata Yanto

Sudah terlanjur tiba di Thailand, akhirnya Yanto mengikuti seleksi bersama Khon Kaen dan mendapatkan kontrak di sana. Meski, ia sempat merasa seperti ‘orang bodoh’.

“Kenapa saya buat diri susah kayak begini, di Indonesia saya bisa main di klub bagus. Kenapa saya harus datang seperti orang bodoh seperti belajar main bola lagi,” kenangnya.

Sementara itu bek tengah Persipura menilai seandainya boleh memilih, Yanto Basna layak menggantikan pemain nomor 4 Persipura ini sebagai bek tengah. “Hanya saja Yanto masih bermain di klub lain,”katanya. Goal Papua juga pernah menanyakan Yanto Basna apakah tertarik membela Persipura. Dia hanya jawab mau cari pengalaman dulu dan belum berniat bela Persipura.(*)

Dari Hollandia Voteball Bond sampai lahirnya Persipura

Jayapura, GP- Mantan gelandang Persipura era 1970an Benny Yensenem mengatakan setiap organisasi pasti diawali dengan peristiwa-peristiwa yang dicatat sebagai fakta.” Fakta kelahiran sebuah organisasi yang menjadi milik publik tidak mungkin ditukar menjadi milik perorangan apapun alasannya. Kecuali dilakukan melalui sebuag peristiwa tentang perubahan tersebut,”tulis Jensenem dalam artikelnya berjudul Jangan Melupakan Sejarah Persipura seraya menambahkan sebuah organisasi jika tidak memiliki fakta kelahirannya adalah nisbih.

Timo Kapisa striker Persipura jebolan PON VII Surabaya

“Jangan sekali-kali melupakan sejarah, apalagi mau merubah sejarahmu karena engkau dapat membenarkan dirimu dihadapan public yang menyanggah engkau, Engkau akan berdiri teguh bagai karang di tengah samudera luas karena sejarahmu benar,”kata Jensenem yang juga Ketua Asosiasi Mantan Pemain Persipura Papua.

Dia mengingatkan bahwa banyak penulis sejarah yang berulang kali memperbaiki penulisannya,tetapi fakta-fakta empiris tidak pernah dirubah.

Menurut Jensenem sejarah sepak bola di tanah Papua terdiri dari dua bagian besar yaitu pertama masa sebelum penyerahaan Irian Barat ke tangan Republik Indonesia, 1 Mei 1963. Kedua adalah sejarah sepak bola paska 1 Mei 1963 sampai dengan Persipura sekarang dan klub perserikatan lainnya.

Mantan Sekretaris Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua Pdt Mesak Koibur mengatakan setelah 1 Mei 1963-1965 situasi di tanah Papua sangat mencekam termasuk kota Hollandia sekarang Kota Jayapura. “Para pemuda lesuh dan tak bersemangat dan pihaknya bekewajiban untuk mengembalikan semangat anak anak Papua dengan bermain sepak bola,”katanya.

Stadion Mandala usai dipugar gelar Piala Acub Zainal Cup 1973

Sedangkan Benny Jensenem menambahkan tidak mau menulis sejarah sebelum 1 Mei 1963 tetapi paska 1963 sampai sekarang. “Kecuali beberapa hal yang akan menjadi relevan untuk diketahui kapan dan di mana olahraga sepak bola mulai diperkenalkan di tanah Papua,”katanya.

Menurut Jensenem sejarah sepak bola di Papua diperkenalkan pertama kali oleh guru guru zendeling kepada anak anak Papua yang ikut pendidikan sekolah guru di Miei, Teluk Wondama pada 1925. Guru pdt IS Kijne memberikan materi pelajaran olahraga sepak bola dalam pendidikan di sekolah-sekolah kampung di Papua.

”Kemudian guru-guru yang telah dididik ini meneruskannya kepada anak-anak kampong yang menjadi murid sekolah kampong atau Dorp school atau sekolah tiga tahun dan menjadi satu kurikulum,”katanya seraya menambahkan saat itu hampir sebagian besar di kampung-kampung terdapat lapangan sepak bola.

Mengapa sepak bola menjadi salah satu olahraga pilihan di tanah Papua? Menurut mendiang Th Wospakrik salah seorang murid kesayangan IS Kijne bahwa sepak bola mengajarkan kedua tim saling bersalaman sebelum dan sesudah pertandingan. “Biar kalah maupun menang harus saling berjabatan tangan usai pertandingan,”kenang Wospakrik mantan bek tengah Hollandia Voteball Bond beberapa waktu lalu.

Tak heran kalau Sekolah Pendeta GKI yang sekarang Sekolah Tinggi Theologi IS Kijne ditempatkan berhadapan dengan lapangan Juliana Padang Bulan sekarang Lapangan Trikora. “Pentingnya pelajaran sepak bila itu diajarkan kepada anak anak sekolah minggu dan jemaatnya untuk memainkan cabang olahraga si kulit bundar itu,”kata Pdt Willem Maloali mantan Ketua Sinode GKI dan juga mantan pesepak bola Serui Voteball Bond atau Perseru Serui.

Setelah perang dunia ke II berakhir lanjut Jensenem, wilayah Nederland Niew-Guinea ditetapkan sebagai sebuah provinsi. Pada 27 Desember 1949 JPM Van Echoud menjadi Gubernur pertama sejak Desember 1949 sampai dengan April 1950. Saat itu Kepala pemerintahan setempat Hollandia setingkat wilayah Kota atau Kabupaten 1949 dipimpin oleh R den Haan.

 Selanjutnya digiatkanlah cabang-cabang olahraga sepak bola  diberbagai sekolah formal/non formal dan institusi swasta/pemerintah sebagai upaya membangun kesehatan masyarakat dan mengajar masyarakat berkompetisi secara sehat, “Salah satunya adalah untuk mencegah perkelahian/perang antar kampong yang merugikan,”kata Jensenem.

Kemudian pada 1950 – 1963, kata Jensenem barulah didirikan berbagai club-club yang ber-Aviliasi ke KNVB (Koninklijk Nederland Voetbal Bond) di Negeri Belanda, artinya semua peraturan pertandingan sepak bola di Nederlands Nieuw Guinea mengacu kepada peraturan KNVB.

Hal ini menyebabkan setiap 30-April, setiap tahun dilakukan pertandingan Final-Tounamen untuk merebut Piala  Koningen Juliana Verjaardog (HUT Ratu Juliana) melalui Bonden-Bonden setempat.

Disitulah lahir club-club di Holandia dan diseluruh wilayah Nederland Nieuw-Guinea, dengan berbagai nama
antara lain,

1. WIK : Willem is Kunnen (Bisa karena ada kemauan) di Holandila Binnen.
2. DOS : Door Oefening Sterk (Kuat karena selalu berlatih) di Holandia.
3. PELIKAN : Club sekolah LTS (Lagere Technise School) di Hollandia Kotaraja.
4. DGZ : Dienst Gezondheit Zorg) (Club Dinas Kesehatan-I) di Hollandia Dok II.
5. MVV : Missi Vervolgschool Voetball (Club PMS/SMP-Missi) di Hollandia Binnen.
6. HVC : Hollandia Voetbal Club di Berg en Dal Hollandia-Haven.
7. NNGPM : Nederland N,G Petrolium Maatschapy Club di Sorong –Olie (tanah besar).
8. JVD :Jongens van Doom di Sorong-Doom.
9. KGL :Koning Gouden Lein (Benang Mas Raja) di Kampung Baru Sorong-Olie.
10. VBSO : Voetball Bond Serui en Omstreken.
11. VBH : Voetball Bond Hollandia.
12. VHO : Voetball Hollandia en Omstreken.

Peristiwa 1962,  Kapal Induk “KAREL DOORMAN” mengunjungi beberapa kota besar di Nederlands Nieuw-Guinea. Setiap kota yang dikunjungi akan dilakukan pertandingan sepakbola dengan bond setempat (Bond VBH di Berg en dal Hollandia, BondBiak di Biak, Bond Manokwari di Borasi-Manokwari, Bond Sorong di Klademak III Sorong-Olie dan Bond JVD di Sorong-Doom). Tercatata pada 30 April 1962 sebagai kompetisi terakhir perayaan Ulang Tahun Ratgu Juliana pada 30 April 1962.

Selanjutnya penyerahan Papua Barat dari Belanda ke UNTEA pemerintahan sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa di Irian Barat 1962-1963. Tak ada kegiatan olahraga termasuk sepak bola boleh dibilang sepak bola vakum dari kota sampai ke kampung-kampung.

Berikut sejarah sepak bola Papua pasca 1963 sampai lahirnya Persipura dan masuk agenda PSSI di Indonesia. “1 Mei 1963 secara defakto upacara penaikan bendera nasional Merah Putih di depan gedung ex Nieuw Guinea raad atau sekarang Gedung Kesenian Papua (Lapangan Imbi) dan tidak ada kegiatan resmi lainnya,”kata Benny Jensenem. Pernyataan ini berbeda dengan tanggal lahirnya Persipura yang dikutip dari Wikipedia.org menulis 1 Mei 1963 Persipura didirikan.

Sedangkan nama kota Hollandia sendiri berubah menjadi Kota Baru tulis Benny Jensenem pada 4 Mei 1963 saat Kapal Perang KRU Irian tiba di Hollandia. “Saat itu Presiden Soekarno dijemput dan diturunkan di dermafa APO dan kemudian diarak menuju lapangan olahraga Noordwijk sekarang Lapangan Mandala Dok V, “kata Jensenem mengutip pendapat mendiang Frits Kirihio seraya menambahkan saat itulah nama Hollandia berubah menjadi Kota Baru.

Sedangkan menurut Arnold Mampioper dalam bukunya berjudul Jayapua Ketika Perang Pasifik menyebutkan pada 31 Desember 1962 berakhirnya Bendera Kerajaan Belanda di tanah Papua dan diganti dengan bendera Merah Putih disamping bendera Perserikatan Bangsa Bangsa atau UNTEA di seluruh wilayah Papua. Bersamaan dengan itu nama Hollandia diganti dengan nama Kota Baru.

Saat itu penyerahaan pemerintahan dari PBB jaman UNTEA DR Djalal Abdoh administrasi West Irian kepada pemerintahan RI diwakili oleh Sudjarwo Tjondronegoro yang menyerahkan kepada Gubernur Provinsi Irian  Barat Elieser J Bonay. Sejak 1 Mei 1963 resmi bendera Merah Putih berkibar di seluruh tanah Papua atau wilayah Provinsi Irian Barat, saat itupula Kota Baru diganti menjadi Sukarnapura.


Dengan latar belakang sejarah ini menurut Jensenem secara umum, semua klub sepakbola di Irian Barat, waktu jelas tidak lagi memutar kompetisi dibawah bendera KNVB karena telah menjadi bagian dari Persepakbolaan Nasional,

Namun kata Jensenem secara de jure klub-klub di Irian Barat belum terdaftar secara resmi di Persatuan Sepak Bola seluruh Indonesia (PSSI). Mengapa ini bisa terjadi? Karena menurut Benny Jensenem di Irian Barat termasuk Jayapura tidak memiliki organisasi dan pengurus Perserikatan Sepakbola Penggangi VBH & VHO. “Belum ada pengganti Mr, Abbas dan Mnr,Stoebe, keduanya adalah pengurus Sepakbola yang mengatur semua kompetisi di Hollandia,”kata Jensenem mengutip referensi dari Pdt J Drost Ketua Klasi Kotawi Hollandia dan sebagai pelayan jemaat berbahasa Belada di Paulus Kapel Noordwijk (sekarang Jemaat GKI Paulus Dok V).

Ketua Klasis Kotawi Hollandia dan sebagai Pelayan Jemaat berbahasa Belanda di Paulus Kapel Noordwijk (sekarang Jemaat GKI Paulus Dok V), ketika hendak berangkat, menyerahkan tanggungjawab pelayanan kepada Bapak Guru Jemaat Thonce-Meseth.
Tetapi hal serupa tidak dilakukan oleh mr.Abbas & mnr.Stoebe,”kata Jensenem mengutip buku Sejarah berdirinya Jemaat GKI-Paulus Dok V-Jayapura.

Setelah beberapa bulan kemudian,
kata Jensenem beberapa pemain ex Bond VBH diundang ke Jakarta untuk bertanding eksebishi dengan, menggunakan nama PERSIBAR( Persatuan SepakBola Irian Barat) Para pemuda/pemain tersebut antara lain yang memperkuat Gaspar Sibi, Bas Jouwe, Jan Oel, Wim-Mariawasi, Dominggus Wawejai, Henk-Heipon. Saat pertandingan itu nama Dominggus Waweyai melejit dan terpilih memperkuat timnas Indonesia dan bertandem dengan striker kenamaan Indonesia Sutjipto Suntoro alias Gareng.

Sedangkan Wim Mariawasih sendiri mengatakan setelah pertandingan eksibisi itu menetap di Jakarta dan berkuliah serta memperluat Persija Jakarta. “Ya saya pernah bermain di Persija Jakarta sejak 1964,”kata Mariawasih mantan kepala Perwakilan Pemda Irian Jaya di Jakarta era 1980 an.

Sedangkan Dominggus Waweyai juga pernah memperkuat Persija Jakarta dan saat timnas Indonesia melakukan try out ke Eropah khususnya di Belanda pada 1964-1965 Waweyai tidak kembali ke Indonesia.  Menurut Hengky Heipon rekan seangkatan itu di VBH mengikuti panggilan pelatih Van Der Werk di Belanda. “Waktu itu Waweyai sudah bermain di Liga Belanda,”kata Heipon.

PSA Ambon cukur Persibar 5-0

Menurut Jensenem tim Persibar terus melakukan pertandingan eksibisi dan mendapat undangan dari Persatuan Sepak Bola (PSA)  Ambon. Saat itu tim Persatuan Sepak Bola Irian Barat (Persibar) harus mengakui keunggukan anak anak Maluku yang tergabung dalam PSA dengan skor telak 5-0.

Hasil dari pertandingan itu lanjut Jensenem, kapten Persipura 1968-1978 Hengki Heipon terpilih oleh Djamiat Dahlar untuk masuk timnas Indonesia. Ini berarti Hengki Heipon termasuk pemain Papua kedua yang terpilih memperkuat timnas Indonesia setelah Dominggus Waweyai yang kabur dari timnas dan menetap di Belanda. “Hengky Heipon memperkuat timnas Indonesia untuk bertanding ke China,”tulis Jensenem.

Kekalahan melawan PSA Ambon menurut Jensenem menjadi pelajaran penting untuk mulai membenahi klub-klub sepak bola di Papua untuk perubahan ke depan. Hal ini membuat Gereja Kristen Injili di Tanah Papua sebagai lembaga social sangat menyadari pentingnya dibentuk kembali badan pengurus sepak bola pengganti VBH dan VHO sehingga dapat mengorganisir kompetisi dan turnamen sepak bola di Provinsi Irian Barat khususnya di Jayapura sebagai barometer sepak bola Papua.

“Kompetisi sepak bola sebagai salah satu cara mengajak para pemuda melihat kemasa depan dan tidak terpengaruh dengan situasi politik yang distruktif pada saat itu,”kata Jensenem.

Dia mengingatkan bahwa sepak bola Papua di jaman Belanda atau pun di seluruh dunai tak pernah ada pengurus yang berasal dari birokrasi. Hal ini membuat pemerintahan setingkat Residen jaman Belanda tak pernah terlibat dalam sepak bola di Hollandia.

“Pada awalnya, pemerintah setempat residen Hollandia tidak menerima pelimpahan ke-Pengurusan Sepak bola dari Pengurus ex-Bond VBH maupun VHO. Pemerintah tidak mencampuri urusan kompetisi secara langsung sampai dengan periode Acub-Zainal tahun 1970-an,”kata Jensenem.
Selanjutnya pada 1 Januari 1965 nama Kota Baru resmi diganti menjadi Soekarnopura, maka pada 25 Mei 1965 dideklarasikan nama Persipura  atau Persatuan Sepak Bola Soekarnopura.

Waktu itu Mesak Koibur Sekretaris Sinode GKI di Tanah Papua menjadi Ketua Umum Persipura pertama pada 25 Mei 1965.Sedangkan Barnabas Youwe terpilih sebagai Sekretaris Umum Persipura sekaligus merangkap sebagai pelatih kepala Persipura.

Selanjutnya cikal bakal pemain Persipura mulai dibentuk pada 1966 mayoritas pemainnya berasal dari Sekolah Menengah Teknik (STM) yang menjadi pemain utama memperkuat Posribar mengikuti PORWIL IRAMASUKA (Irian Barat, Maluku –Sulawesi dan Kalimanta) di Makassar dengan pelatih kepala HB Samsi.

Persipura dan Porsibar ikut PON VII Surabaya

Selanjutnya pada 1967 pemain-pemain Persipura mulai mengikuti kompetisi PSSI di Ambon, para pemain waktu itu menumpang kapal motor laut ke Ambon. Saat melawan PSA Ambon anak anak Persipura berhasil menundukan PSA Ambon. Selanjutnya main melawan Persma Manado, lawan Persgo Gorontalo dan terakhir melawa Persipara Pare Pare. “Persipura berhasil mengalahkan seluruh tim mulai dari Ambon, Manado, Gorontalo dan Pare-pare,”kata Benny Jensenem.

Rully Nere dan Osvaldo Hay

Selanjutnya pada 1968, Persipura kembali mengikuti kompetisi PSSI bergengsi di Surabaya, keberhasilan dan kesuksesan dalam kompetisi ini membuka peluang untuk Provinsi Irian Barat mengikuti PON VII di Jawa Timur, Surabaya. Kebetulan ketua PON VII Surabaya dipimpin oleh Brigjen TNI Acub Zainal yang kemudian jadi Pangdam XVII Cenderawasih dan Gubernur Irian Jaya.

PON VII di Surabaya melahirkan pemain-pemain Irian Barat berbakat tercatat nama nama seperti Timo Kapisa, Azer Mofu, Hengky Mauri, Hengky Rumere, Levianus Doom,  Anton Nunaki dan Yafeth Sibi ikut memperkuat tim Porsibar. Hengky Heipon sendiri mengakui kalau Timo Kapisa pertama kali tampil dalam PON VII di Surabaya dan kemudian masuk ke Persipura.

Usai mengikuti ajang PON VII, pemain Porsibar mulai gabung bersama Persipura mengikuti kompetisi PSSI regional di Makassar, tim berjuluk Mutiara Hitam masuk ke 16 besar. Dua tahun kemudian pada 1973 mengikuti kompetisi PSSI Regional di Makassar masuk ke dalam posisi delapan besar.

Boaz T Solossa kapten timnas Indonesia dan Persipura

Selanjutnya pada 1974, Persipura memperkuat tim Irian Jaya ke Vietnam Selatan mengikuti Kejuaraan Piala Raja Vietnam di Saigon (Juara II). Selanjutnya ke Port Moresby dalam rangka membalas kunjungan National Team of PNG.

Pada 1975, Persipura, ke Makasar untuk mengikuti pertandingan segitiga merebut Piala Jendral Jusuf (Jusuf-Cup) Juara 1, dan pialanya tidak diperebutkan lagi, alias mati di Persipura Jayapura.

Selanjutnya tahun yang sama, Persipura lolos final round PSSI karena telah lolos sebagai anggota club delapan besar PSSI. Setelah pertandingan tersebut, Persipura  masuk 5 besar atau club kasta tertinggi PSSI. Hal ini membuat Persipura termasuk klub yang berhak ikut dalam turnamen piala SOEHARTO atau SUPREMASI SEPAKBOLA DI INDONESIA.

Selanjutnya pada 1976, tim Mutiara Hitam yang tergabung dalam Klub Mandala Jaya, berhasil meraih juara Soeharto Cup ke III setelah 13 tahun Papua bergabung dengan Republik Indonesia. Dalam final Persipura mengalahkan Persija dengan skor 4-3. Masing-masing gol Persipura diciptakan oleh Nico Pattipeme menit ke 11, Jacobus Mobilala menit k 27, Pieter Aitumuna menit ke 31 dan Timo Kapisa menit ke 67. Sedangkan gol balasan Persija dicetak oleh Risdianto menit ke 36 sedangkan dua gol lainnya diborong Iswadi Idris menit ke 41 dan 90. Adapun klub peserta Soeharto Cup ke III 1976 masing-masing’  

 1.Persija (Jakarta)          4  3  0  1  8- 6  6

 2.Persipura (Jayapura)       4  2  1  1 11- 6  5

 3.Persebaya (Surabaya)       4  2  1  1 10- 5  5

 4.PSMS (Medan)               4  2  0  2  5-11  4

 5.PSM (Ujung Pandang)        4  0  0  4  3- 9  0

Persipura berhasil lolos ke babak final melawan Persija karena berada pada posisi runner up dan melawan Persija hasilnya menang.

Selanjutnya pada 1977 Persipura mengikuti turnamen Surya Cup di Surabaya selanjutnya ikut PON IX di Jakarta mewakili tim Irian Jaya. Hasilnya tim Irian Jaya berhasil meraih medali perak dalam final dikalahkan tim PON Sumut. Ikut pula ke Piala Raja di Bangkok dan menghadiri Ulang tahun kemerdekaan PNG 16 September 1977.

Pada 1978 boleh dibilang sebagai masa suram Persipura sebagai klub Perserikatan, banyak pemain pindah ke klub professional Galatama. Timo Kapisa, Tinus Heipon, Fred Imbiri, Stevanus Sirey, Rully Nere penjaga gawang Jimmy Pieter pindah ke klub Warna Agung. Sedangkan Jafet Sibi, Nico Ramandey, Erens Pehelerang, Robby Maruanaya, memperkuat Perkesa 1978 yang didirikan oleh Acub Zainal dan sebagian lagi perkuat Arema FC sebut sajaStevanus Korwa dan kawan-kawan. Selanjutnya Hengky Heipon dan Sucipto Suntoro mengikuti pelatihan kepelatihan di Jerman Barat.

Hengku Heipon

Dampak dari kepindahan pelain ke klub professional membuat klub amatir Persipura krisis pemain, hanya pemain yunior Mettu Dwaramury dan kawan-kawan yang tersisa serta pemain senior Hengky Rumere, Alex Kapisa dan kawan kawan yang memperkuat Persipura.  Barulah pada era 1990 an Ferdinando Fairyo, Christian Leo Yarangga, Ritham Madubun dan kawan-kawan yang mengembalikan Persipura ke era Divisi Utama hingga sekarang ini masih bermain di Liga 1 Indonesia musim 2020-2021.(*)

Situs yang Dikembangkan dengan WordPress.com.

Atas ↑